PERJALANAN MENUJU SATU

                  Episode 1

         Satu satu dalam rindu

"Aku, sudah lah", pikirku sejenak mengingat masa lalu ku yang membuat penyesalan yang mendalam. Aku yang dulu selalu santai dalam menghadapi segala sesuatu,tetapi saat ini semua hal menjadi rumit bagi ku. Sambil membayang masa laluku, "andai aku tidak seperti itu dulu",pikirku.


Berawal aku saat masih kanak-kanak yang suka nakal,bermain kesana kemari, aku hanya berpikir keegoisan ku yang diutamakan. Nama lengkapku," Ahmad rojik". Aku seorang anak bungsu dari 4 bersaudara, sebuah keluarga sederhana yang tinggal di rumah kayu, peralatan yang lumayan sederhana, sebuah tv' 14 inc, dapur dengan tungku api, peralatan makan piring seng, meja sederhana dari kayu yang dibuat oleh ayahku. Kendaraan pun hanya motor butut,yang kadang-kadang mogok, "entah tahun berapa motor itu keluar",dalam hatiku melihat motor itu, ada sepeda ontel kesayangan ayahku. Kata ayahku sambil bergurau,"sepeda jaman Jepang",karena sudah lama sepeda itu menjadi alat pencari nafkah. Ayahku seorang petani biasa yang pada umumnya menanam padi,ibukupun hanya ibu rumah tangga,berbeda dengan orang kota, kakak ku bekerja keluar dari desa karena tidak ada pekerjaan lain selain bertani dan berternak di desaku.


Aku sambil bermain di samping rumahku, seperti biasa aku bermain kelereng dengan teman-teman ku yang bisa di hitung dengan jari. "Ran,aku pinjam kelereng mu dulu ya,malas mau naik cari kelereng di rumah",ujarku kepada Randi, teman sepermainan yang paling dekat dengan rumahku. "Mau berapa banyak,jangan banyak banyak nanti aku main pakai apa",ujarnya sambil merogoh kocek celananya yang penung dengan kelereng. "10 aja ran, enggak usah banyak,bentar lagi Saipul datang kita main sama dia",balasku padanya. "Ya udah kita main berdua aja dulu yuk, sambil tunggu dia",ajaknya. "Ayok lah",ujarku mengiyakannya.


Kami berdua asik bermain kelereng sambil bersenda gurau bersama. Kadang tertawa,kadang saling mengejek satu sama lain jika tembakan kami meleset atau mengenai buah kelereng. "Mad,kesini",panggil ayahku. "Iya pak", sahutku sambil berdiri melihat Randi. "Ran aku kebelakang dulu ya, nanti Saipul datang main berdua dulu", sambil aku berjalan mengitari rumah menuju kebelakang rumah mencari asal suara ayahku. Ku lihat ayahku berputar putar seperti mencari sesuatu. "Cari apa pak?",tanyaku kepada ayah. "Kamu liat spuyer semprotan enggak?".sahut ayahku sambil masih mencari Tampa menoleh padaku. "Bapak tadi taroh dimana?",tanyaku lagi sambil ikut membantu mencari. "Di taruh di situ dekat tong air",jawabnya sambil menunjuk kearah tong tapi matanya tetap mencari sekelilingnya." Spuyer semprotan yang ukurannya kecil,bagian dari ujung semprotan gendong yang mengeluarkan air embunnya, mungkin jatuh kebawah Titian pencuci piring", pikirku. "Pak jatuh ke bawah tempat cucian kali pak",kataku pada ayahku. Sahut ayahku,"udah enggak ada". "Loh kok aneh pak bisa enggak ada",sambil melihat sekeliling ku. "Bapak pikir kamu mainin",sahut ayah. "Emang Ahmad masih anak kecil yang suka main kayak gitu",balasku. "Untuk apa Ahmad mainin itu",tambahku.

Comments